| |

No Limits

Pernah merasa bahwa kita adalah orang yang paling tidak beruntung di dunia ini? Kita merasa kurang puas bahkan pasti pernah membayangkan bahwa andai kita bisa lahir di dunia ini dengan orang tua yang kaya dan kita mendapatkan segala yang kita inginkan. Yakin deh hal ini terjadi di antara kita, kita sering tergiur dengan kehidupan orang lain yang punya ini dan itu dan kita sering membayangkan lagi dan lagi andai aku bisa seperti dia, mungkin aku adalah orang yang paling beruntung. Well, hilangkan ini semua karena kita sering merasakan hal seperti ini karena kita belum ngelihat bagaimana dunia itu, belum mengekspor dunia dan kita belum bisa berpikiran out of the box atau berpikiran terbuka.

Jika kalian merasa hal seperti itu bergegaslah mencari artikel-artikel atau agar lebih merasa feel nya, kita bisa pergi di sebuah tempat perkampungan kumuh yang ada di pertengahan kota. Contohnya di daerah Kecamatan Mariso, terdapat sebuah rumah singgah yang begitu mungil nan sejuk karena dihiasi oleh tanaman gantung. Rumah singgah itu begitu sederhana, hanya berpondasi kayu dan bambu tapi sangat begitu bermanfaat, luasnya pun tidak seluas kamar tidur bagi kita, para penduduk stratifikasi kekayaan sosial yang kelas menengah.

Rumah itu bernama Rumah Singgah Berbagi Bahagia. Bahagia, adalah sebuah kata yang sangat membuat hati sejuk. Sederhana tapi bahagia itulah yang diimpikan oleh orang-orang. Rumah singgah itu memang tidak lah mewah tapi kita dapat menjanjikan kebahagian bagi para anak-anak , remaja ataupun ibu-ibu yang hadir di rumah singgah itu. Kita berbagi kebahagian yang sederhana dan melupakan sejenak susahnya hidup itu. Anak-anak pemulung yang tinggal di daerah perumahan kumuh di Kec. Mariso tersebut setelah pulang kerja (memulung) mereka pergi ke Rumah Singgah tersebut untuk mendapatkan pembelajaran non formal sambil berbahagia, tertawa dan melupakan letihnya bagi mereka yang seharusnya mendapatkan hak mereka untuk bersekolah dan mendapatkan guru yang akan membimbing mereka menuju cita-cita mereka.

Di daerah perumahan kumuh itu aku bisa melihat hotel-hotel yang sangat mewah tinggi menjulang nan indah jika di malam hari (kata penduduk perumahan kumuh). Dalam hati sungguh miris melihat sebuah bangunan yang mewah dan disampingnya ada perumahan kumuh dan banyaknya sampah disungai walaupun ada pembatas. Tapi tidakkah pemerintah atau pemilik hotel itu melihat dan membantu menanggulangi perumahan kumuh tersebut agar tertata rapi dan bisa membantu bagi masyarakat kelas bawah agar mereka bisa tidur dengan enak.

Waktu itu ada sebuah rumah jauh dari perumahan kumuh tersebut tergenang banjir, ntah bagaimana ibu itu jalan ke rumahnya saat banjir datang. Saya sebagai generasi penerus bangsa yang tinggal di Kota Makassar, malu dengan Negara ku sendiri dimana sangat jelas terlihat perbedaan perumahan kumuh dengan bangunan-bangunan hotel yang mewah berada diujung sana. Tidak ada kesedaran bagi mereka untuk membantu mengganti rumah-rumah berpondasu kayu tersebut menjadi beton. Di kemanakan uang yang harusnya diberikan untuk masyarakat kelas bawah? Sudah capek mendengar kata korupsi .

Pergaulan remaja di kawasan tersebut sangatlah miris, sungguh.. karena mereka tidak dapat menjangkau narkoba karena harganya yang tinggi, jadilah lem fox yang mereka biasa hirup hingga kering. Inilah dampak kurangnya pendidikan baik bagi para remaja yang menghisap lem maupun orang tua mereka. Kita tidak bisa menyalahkan remaja tersebut melainkan orang tua mereka, bagaimana cara mendidik anaknya sampai terjerumus kedalam pergaulan yang sangatlah tidak bagus dan haruslah dihapus dinegeri ini.

Kita semua punya impian, sama seperti mereka yang tinggal di perkampungan kumuh di Kec. Mariso khusunya anak-anak. Impian mereka hanyalah mendapatkan uang dan membahagiakan orang tua mereka. Mereka tak punya uang yang banyak, tak punya koneksi, tak punya apa-apa yang bisa mereka andalkan selain keringat, tangan serta kaki mereka berjalan menyusuri sampah-sampah yang ada dikota Makassar. Tapi hal tersebut bukanlah hal yang layak mereka dapatkan dan bukanlah hal yang layak mereka berikan buat orang tua mereka. Anak-anak tersebut tidak lah harus dipekerjakan, membanting tulang, menguras keringat hingga ada yang putus sekolah sampai tidak mendaftar sekolah karena yang terpenting menurut orang tua mereka adalah kerja (memulung) walaupun anak-anak tersebut sebenarnya memiliki hasrat untuk bisa bersekolah seperti anak lainnya.

Jadi guys,, masih ingin dimanjakan sama orang tua dan teknologi? Bagaimana negeri ini bisa maju kalau kita sendiri tidak bisa memajukan diri kita.

By: Farda Nur Rahmani (16 tahun), 10 – Januari – 2018, Calon Presiden PBB , Motto : Break the limits and make the infinity

Similar Posts