Syifa di Skhola Conference

Syifa IsnainiPernah jadi relawan? Saya baru belajar jadi relawan. Kalau ada yang Tanya kenapa, saya gak punya jawaban pastinya, tapi di mata saya relawan itu keren. Mungkin karena dari kecil Ibu saya selalu bilang, orang yang banyak berbagi itu hebat, apalagi sukarela. Waktu lagi ngetren-ngetrennya Jika Aku Menjadi, tiap sabtu malam saya sama Ibu udah duduk depan TV, selalu tersentuh dan berpikir suatu saat saya harus bias menolong banyak orang. Tapi kemudian ketika masuk perguruan tinggi, yang menurut saya kurikulumnya masih untuk membentuk kami jadi pekerja, maka terlupakanlah cita-cita menolong orang banyak itu. Sampai ketika saya lulus seleksi pertukaran pelajar ke Australia, saya kembali berpikir kalau saya tidak boleh hanya terus menerus menerima, saya wajib berbagi. Lalu open recruitment Skholatanpabatas menarik perhatian saya, apalagi setelah cari tahu sana sini, ternyata komunitas ini bergerak di bidang pendidikan, tetapi dengan kurikulum yang sangat berbeda. Setiap bakat,dan setiap minat, dihargai di komunitas ini, tidak ada yang di anggap aneh, tidak ada yang dianggap remeh. Saya sendiri memang merasa jenuh dengan system pendidikan konvensional yang menganggap orang lebih pintar, lebih hebat hanya kalau dia pintar mateSkhola Panaikangmatika dan IPA, bakat dan minat lain tidak ada artinya kalau matematikanya 50 misalnya, saya sendiri kesulitan sekali dalam matematika dan fisika, hehe. Akhirnya, saya mencoba apply ke komunitas Skholatanpabatas ini.
Seminggu yang lalu kami para calon relawan dikumpulkan di Food Court salah satu mall di Makassar untuk wawancara dan diskusi singkat. Saya terlambat datang karena hujan deras, maklum anak motor, bukan anak mobil, hihi. Setelah wawancara, kami langsung ditantang untuk menggunakan sixth sense dengan mengunjungi beberapa lokasi yang telah ditentukan. Saya memilih Dinas Perhubungan lama, kalau tidak salah tepatnya di kelurahan Karampuang. Petualangan dimulai keesokan harinya.
Minggu, jam 11 siang saya, Tari dan Valdi sudah berada di lokasi. Tidak susah mencarinya karena letaknya di pinggir jalan di Urip Sumoharjo. Ketika sampai, ternyata lokasi yang kami pilih kosong, cuma ada daun jatuh dan genangan air sehabis hujan, eh puitis banget ini hihihi. Oke, sampai di sini kami bingung, ini salah tempat? Atau kenapa? Padahal saya sudah bergaya ala petualang, lengkap dengan celana kargo dan sepatu lari, huffft. Kami putuskan untuk berkeliling, tap ternyata jalan buntu dan rawa-rawa yang ada. Tidak ada orang berlalu lalang, jangan harap ada karena siang itu panas sekali di luar. Setelah bertanya pada Tika yang katanya sering main di sini, dan katanya lokasi kami sudah benar, kami mendatangi seorang pemilik bengkel di dekat lokasi, bertanya kalau mungkin ada kegiatan belajar-mengajar non formal di tempat ini. Tapi Bapak itu tidak begitu tahu, kami disuruh kembali di hari kerja, katanya ramai apalagi kalau sore. Setelah diskusi sebentar, kami memutuskan pulang. Apanya yang mau diobservasi? Belum lagi saya lapar, belum sempat sarapan, hihihi.
Selasa sore, saya dan Tari kembali ke lokasi. Benar, banyak anak-anak bermain, lengkap dengan Ibunya, hehehe. Setelah tanya-tanya tentang Tika yang katanya sering mengajar anak-anak di sini, kami tahu kalau Tika sangat terkenal, hihi. Adik-adik yang ada langsung berhenti bermain dan mengajak kami ke tempat mereka belajar bersama Tika, di kosnya Tika tepatnya. Sepanjang jalan, adik-adik yang masih duduk di sekolah dasar ini terus menerus meminta kami mengajar mereka. Ada yang suka menari, menyanyi, bahkan minta diajari mengaji. “Kak, ajarka les nah Kak.” Kata mereka sepanjang jalan dengan nada riang. Mereka memperkenalkan nama satu per satu, ada yang kembar juga ternyata. Sampai di rumah Tika, mereka semangat sekali memanggil nama Tika. Saya dan Tari terus menerus dipuji cantik sama adik-adik manis ini, padahal jarang sekali ada yang bilang begitu, hahaha. Kami berdiskusi dengan Tika, dan adik-adik sudah tidak sabaran belajar dengan kami. Bahkan ada yang memeragakan ballet, ingin diajar menari. “Besok ya kak, kita les, ya kak?” Rengek mereka. Tapi kami belum bias berjanji mengenai hari, kami bilang nanti Kak Tika yang akan memberitahu jadwal belajar bersama mereka. Karena waktu terbatas, dan saya harus menyiar, kami berpamitan. Senang sekali dengan antusiasme adik-adik dengan kedatangan kami. Oh iya, saya terpikirkan untuk mengajar tentang menyiar dan menulis ke adik-adik itu, karena mereka sempat bertanya-tanya menyiar itu apa dan bagaimana. Ketika dijelaskan, mereka sangat bersemangat. Benar, berbagi tidak membuat kita kehilangan apa-apa, bahkan baru berniat berbagi saja rasanya menyenangkan. Semoga benar-benar bisa jadi relawan di Skholatanpabatas, yeyeyeye!

Penulis: Syifa Isnaini

Similar Posts